viewer

Rabu, 21 November 2012

memoir-kanak-kanak

Air mata ini terasa panas, dan asin.
Seperti jarum-jarum pinus yang menusuk mulut.
Keberadaannya absolut. Sulit untuk di elakkan.

Dan dia setia selalu ada di sampingku.
Di sekitarku, membayangiku, menungguiku, mencintaiku lebih dari ibuku sendiri yang meninggalkannku dengan mati duluan.

Dia bernama bayang kesepian.
Aku mulai berkenalan dengannya, mungkin sebenarnya sudah sejak lama, sejak aku masih kanak-kanak. Karena kadang, aku lupa siapa aku, dan ada dimana aku bahkan ketika berada dalam rumahku sendiri.

Mungkin tak seorangpun tahu hal ini karena akua dalah anak yang setia pada keceriaan.
Aku mekar seperti mentari saat kanak-kanak, temanku banyak, dan bahkan punya pengikut.

Aku bisa menciptakan permainan menarik bahkan ketika sebenarnya keadaan sangat membosankan dan tidak ada apa-apa untuk dimainkan.

Kau tahu? Saat kanak-kanak adalah kerajaan paling indah dalam 21 tahun kehidupanku.
Aku tidak pernah dilimpahi materi seperti kebanyakan anak lain.

Tapi ibu, ayah, ke dua kakakku, selalu melimpahiku dengan perhatian dan kasih sayang dengan cara mereka. Termasuk mungkin ketika masku melemparku dengan kain pel atau mbakku memelorotkan celanaku di ruang tamu dengan lampu menyala terang benderang.

Kau tahu?
Cinta ada dimana-mana saat itu, dan aku begitu takut dibenaci.
Bayangan gelapku saat SD hanyalah seorang bocah gendut yang iri padaku, dan menampakkannya.

Aku bahagia dalam segala keterbatasan ekonomi.
Ayahku hanya seorang supir Penerbad PNS dengan gaji sedikit.
Tapi tiap awal bulan ibu selaku bendahara keuangana menyenangkan kami dengan makan di tempat warung mi ayam langganan kami bernama “Bengkel Perut”.

Aku mencintai ibuku, pasti kau sudah tau. Maksudku, aku memujanya.
Dia sumber cahaya dalam kehidupanku,
mendenngarkan segala celoteh tak penting, hiruk pikuk menyebalkan di telinga orang lain, memasakkan makanan kesukaanku ayam manis bergantian dengan semua anggota keluarga.

Aku bahagia.
Sangat bahagia meski saat itu kata bahagia tak pernah tereja dalam hidupku yang sibuk dengan kekonyolan dan kenakalan.
Di sekolah, aku menjelma sebagai pion permainan.

Aku mencipta lagu permainanku sendiri, me rapp di saat kelasku sedang ada les (di luar halaman dan bisa di dengar dengan jelas oleh seisi kelas, yang aku baru tahu kemudian),

aku menggoda anak perempuan dan anak lelaki, menirukan ucapan dan tingkah mereka dan mengejar mereka, bahkan menyangkutkan sepatu seorang teman laki-laki di atas pohon (coba cermati, biasanya standar keumuman terbalik bukan?).


aku melompat, menyanyi, berlari, menggelitik, banyak-banyak-banyak tertawa, sedikit marah dan mereguk tiap tetes cahaya matahari.
Aku bahagia di bawah sinar mentari dan di balik selimut malam.

Di rumah, aku raja.
Dalam batasan yang diperbolehkan ibuku.
Pulang sekolah aku lemparkan sepatu, tas dalam rumah yang sudah dengan peluh kerja keras dibersihkan ibuku.

Dan dia dengan lelah memberitahuku disambut dengan tawa tak acuhku dan pertanyaan, hari ini makan apa? Tidak menunggu lama aku berlari ke ruang tengah, kadang memekik gembira saat ibuku memasakkan rica ayam manis favoritku atau mengeluh saat tempe tahu menyambutku dan Ibu mendesis mencela.

Kesedihan dan kekhawatiranku hanyalah satu, apakah besok aku akan terlambat ke sekolah atau tidak?

Yang besoknya kadang aku menumpang (PAKSA) pada mbakku yang berangkat sekolah naik sepeda (tanpa rem pakem dengan bentuk jalan turunan bukit yang tajam).

Mengacuhkan omelan kakakku aku menumpang di sadel belakang dan berdoa (harus jika kau ingin selamat naik sekolah dengan cara seperti itu, belakangan hari dia memberitahuku bahwa kakakku selalu berdoa panjang agar tak ada motor melintas saat kami melaju dengan kecepatan penuh.

Kemudian di sekolah aku meraja lagi.
Aku ingat, prestasiku lumayan banyak.
Aku menggagas teman-temanku saat santai kami untuk membersihkan perpustakaan kecil sd kami yang di sudut, kecil, dan berdebu.

Dengan hati berdegup aku mengetuk pintu kepala sekolah dan berdialog sebisanya. Hasilnya, kunci perpus meluncur ke tangan kami.

Prestasiku lain yang menyenangkan adalah saat aku mengajak teman-temanku bermain “buaya-buaya”an, permainan dimana korban harus menyentuh pemain lain yang menapakkan kakiknya ke tanah.

Istimewanya adalah si buaya bisa memerintah kami menuju tempat berseberangan dan mengincar salah satu diantara kami yang larinya paling lambat dan menjadikannya buaya.

Awalnya hanya rombongan teman-temanku yang biasa, tapi hebatnya adalah saat satu demi satu teman-teman dari SD I (aku sd III) satu angkatan ikut bergabung bersama kami.

Asik sekali, tapi kemudian aku bosan karena pusat perhatian tak lagi padaku. Dengan gagah (atau egois) aku membubarkan diri (yang sepertinya kemudian diikuti temanku yang lain).

Kau lihat? Bukankah hidupku sempurna?
Orang yang membenciku hanya mereka yang iri padaku.
Dan guru-guruku (aku tahu aku tidak manis untuk mereka karena aku berani mendebat mereka saat mempertahankan pendapatku yang kunilai benar).

Tentu saja, korban dari pihak guru yang kerap kurepotkan adalah walikelasku.
Namanya Bu Har, dengan perawakan kecil dan rambut keriting, dan o ya, orangnya cerewet sekali.

Dia sering memarahiku atau membully ku di depan kelas dengan gayanya yang khas.
Aku ingat, salah satunya adalah dengan dia menjodohkan ku dengan Lutfi.
Anak lelaki yang cerewet juga (saat itu pengetahuanku hanya sebatas dia anak kaya dari keluarga rukun, fakta sebenarnya baru kuketahui saat aku besar).

Dia bilang , “aku rak isa mbayangne nek yasinta sesuk gedi nikah karo Lutfi, mesti ben dina tukaran kaya anjing-kucing”.
Kurang lebih begitu.

Dengan cakepnya aku membalas, “Kok Ibu tahu? Kita emang udah ngerencanain pernikahan kok, bahkan undangannya udah di buat, tinggal nunggu di bagiin aja bu”,
hasilnya?
Bu har tersayang tertawa terbahak-bahak sampai perutnya sakit.

Yang lain adalah pak Yani, dia pernah memarahiku karena aku sering terlambat dan menuduhku bangun kesiangan (yang tentu saja benar tapi kutolak mentah-mentah dengan beragam alasan dan cara demi menyelematkan muka).

Dia menyesalkan bagaimana masa depanku nanti saat menjadi istri orang yang harus mengurus suaminya dari pagi-pagi.
Dengan kesal kubalas, “nanti Pak, saat udah besar, saya udah jadi wanita karier dan akan memesan katering setiap hari,”.
Lihat, cerdas (nakal) kan?

Yang terakhir yang juga berkesan untukku adalah bu Yuni, guru olahraga. Karena aku anak yang lemah dalam olahraga.

Aku suka berlari-larian, tapi rekor lariku tidaklah seberapa.
Aku suka melompat, tapi ketika harus melompati bambu dengan tinggi tertentu, aku lebih baik menyerah. Aku tidak suka ketika harus memukul bola tepat pada sasaran, menyebalkan. 
Yang kusukai hanyalah bulutangkis, dan pingpong. Aku cukup kuat pada kedua hal itu.

Aku ingat bagaimana ekspresi Bu Yuni dengan celana olahraga kuning atau hijau dan kaus putih ketika melihat bagaimana aku kerap tertinggal di antara teman-temanku, dengan cepat aku membenci olahrga dan menyalahkan gurunya, sungguh dewasa.

Banyak sekali kenanganku di sekolah, kecuali hal-hal yang telah kusebutkan tadi.
Mungkin untuk memberimu gambaran yang sedikit lebih jelas, aku akan menerangkan bagaimana rupa SD Kalibanteng Kidul I-III tempat kerajaaanku.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari bangunannya, sama halnya seperti bangunan-bangunan SD lain yang kategorinya ‘cukup’.
Dengan membentuk letter U dan lapangan di tengahnya. Dilindungi pagar besi di sekujur bangunan.
Seingatku dulu berwarna krem, pernah hijau juga.

Kamar mandi terletak di belakang, seperti juga layaknya kamarmandi SD, jorok dan bau.
Yang sayangnya di tempatkan dekat kantin.

Ada musola kecil juga yang dengan bau karpet apak (seperti kauskaki basah) yang jadi tempat kami ketika ada Pesantren Ramadan.
Spot yang paling kusuka adalah sudut samping kanan ruang kepala sekolah, di sana ada segerumbul pohon... entah apa namanya.

Rindang dan ramah untuk dijadikan “markas”.
Dari sudut itu bisa menjadi pintu masuk tempat kami ber’uji nyali.
Karena antara dinding bangunan dan pagar belakang sekolah ada sedikit space, jadi anak-anak seukuran kami bisa beruji nyali menyusuri lorong sepanjang bangunan sekolah.

Yang berhasil menyelesaikan tantangan ini mendapat predikat “anak yang berani.
Bonusnya adalah ketika kau sampai di belakang ruang kelasmu, kau bisa berteriak memanggil-manggil temanmu.
Jelas sih, dia akan tahu darimana asal sumber suara (dengan naik meja dan mengintip dari jendela), tapi tetap saja permainan ini mengasyikkan.

Jumat, 27 Juli 2012

PIAS

/SLASH/
seorang bocah dengan pipi montok menggemaskan, jarijari gempal, dan sejumput rambut yang berkilauan. ia tertawa pada angin yang menggelitik pipi, leher dan keningnya. tertawa pada keresahan orang dewasa di sekitarnya, tertawa lepas dengan suaranya yang merdu

 /SLASH/ seorang balita perempuan mengenakan rok merah kembang-kembang, berlari sambil membawa bola mainannya, tertawa.. nyaring memekik ceria

 /SLASH/ seorang anak yang mengenakan seragam merah putih., mencium tangan ibunya. berlari bersama temantemannya dan menggoda orang dewasa di sekitarnya untuk tertawa..

 /SLASH/ duduk di sudut ruang, seorang anak perempuan yang mengusap bekas airmatanya, menangisi orang terkasih yang mninggalkannya, tak lagi tertawa.

/SLASH/ dunia tenggelam. gelap. layar ditutup menurut anak perempuan. meski waktu berkhianat membimbingnya maju ke pelukan kedewasaan. anak perempuan menjelma menjadi seorang perempuan. namun kematian masih tertinggal di hatinya, kegelapan membungkam suaranya. meninggalkannya sendirian di antara langkan-langkan kesepian. mengais rindu yang tercabik kasar. morat marit. morak porandakan keteguhan hati yang dulu ada.



 /SLASH/

PEREMPUAN



 PEREM
PU
 A

  N

Selasa, 10 Juli 2012

arti sebuah religiusitas: seorang Pencari

saat tadi saya sedang mandi, sebuah topik renungan melompat dari kepala saya, apa arti religiusitas? lebih spesifiknya, apa arti Tuhan dan keTuhanan? hmmmmm... sebenarnya, topik ini bukanlah sesuatu yang baru buat saya, karena sudah lebih dari sekali saya memikirkannya. berkali-kali. berpuluh-puluh kali, berdebat dengan diri sendiri hingga akhirnya saya kelelahan dan mengendapkan pertanyaan itu ke dasar pemikiran saya, yang entah oleh sebab apa terpercik keluar lagi tadi.
Religiusitas. Tuhan. dan keTuhanan. karena saya juga baru memikirkan poin ke tiga barusan, maka saya memutuskan untuk merenungkannya nanti lebih dulu untuk nanti baru saya tuangkan ke dalam tulisan. religiusitas. berbicara tentang satu kata ini, saya teringat perdebatan saya dengan seorang dosen di dalam kelas. beliau menanyakan: apa arti religiusitas ketika seseorang tidak ingin menolong orang yang sedang kesusahan? misalnya seperti membantu seseorang menurunkan kopernya dari loker di pesawat (contoh sebuah situasi teman dosen saya ini, yang bersaksi bahwa yang paling cepat berinisiatif membantu seseorang menurunkan bagasinya, dimana dia bule non muslim yang berada di "kawasan" mayoritas muslim). tentu saja saya menjawab bahwa hal seperti itu (moralitas) merupakan tanggung jawab masing masing individu. " ya, "jawab dosen saya lagi. "lalu lantas apa religiusitas itu, tepatnya?" sebagian hati kecil saya ingin membenarkan sudut pandang dosen saya, tetapi tentu saja, sebagian lain, si pembela ego kaum sesama, menolak mentah-mentah. secara tidak langsung, mungkin bisa dikatakan seperti ini, " untuk apa kalian, umat muslim, melakukan sembahyang puasa dan lain-lain jika pada akhirnya hanya sebatas itu saja? apa arti ketaatan itu bila tidak diimbangi dengan cinta dan sayang terhadap sesama? " saya sedih, jujur saya sedih. saya sedih untuk banyak hal. saya sedih untuk saya yang tak punya hak membantah argumen dosen saya. saya sedih saya tidak bisa mengatakan, "anda salah, pak. agama adalah sesuatu yang indah! karena nafas dari agama saya adalah penghormatan kepada ke dua orang tua, kasih sayang terhadap sesama, kejujuran, dan nilai-nilai kemuliaan. anda salah bila berpikir kami orang picik yang hanya mampu menggerakkan tubuh kami untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, kami pun mengerti betapa pentingnya kedekatan terhadap sesama.." benar, saya bisa saja tetap ngotot mengatakan argumen saya, tapi lantas, apa artinya? semuanya terasa semu dan hambar karena saya juga lebih dari tahu bahwa di dunia nyata, prinsip aku-aku, kamu-kamu sangat kuat membelenggu tiap insan, meski ada sekelumit pengecualian. tapi tetap, saya belum berhak mengatakan itu semua karena saya belum masuk di kategori pengecualian itu. saya sangat mengerti, saya hanya lah seekor mahasiswa bodoh yang merasa terlalu pintar, terlampau sombong. namun, saya masih juga belum mengerti konsep religiusitas yang sesungguhnya, yang hakiki. keimanan yang indah dan meliputi tidak hanya batin diri sendiri namun juga di lingkungan sekitar. lantas, apa itu sendiri juga arti Tuhan? sebenarnya saya takut mengemukakan ini, takut dicap kafir, takut dianggap munafik, takut dianggap musrik. tapi. . maksud saya seperti ini. seorang mengatakan Tuhan itu berada dimana-mana, karena keberadaan-Nya melingkupi seluruh sudut dunia yang Ia ciptakan. untuk ini, saya bertanya, apa ini bukan berarti penghinaan untuk Tuhan? sebab dengan mengatakan Tuhan tidak berada di mana mana sama dengan Tuhan ada di genangan air hujan, dan atau tempat tempat tak layak lain yang tak bisa saya sebutkan? masing-masing kita memiliki jawabannya, bukan begitu?

Kamis, 05 Juli 2012

tentang SASTRA; tanya ?


Kemarin, seorang Kawan menanyakan kepada saya (yang tak mau disebut namanya): Apa itu Sastra?
Well, sebenarnya sebagai seorang mahasiswa ber-IP rata-rata saya tak yakin mampu mmenjawab pertanyaan sederhana  namun rumit ini. Namun karena kali ini ego saya setengah mati berteriak agar saya mempertahankan sedikit harga diri sebagai mahasiswa jurusan sastra, saya mencoba menjawabnya.
Sastra.
Sastra adalah ibu dari kehidupan. (EITS, salah, kata teman saya, karena Ibu dari kehidupan adalah filsafat. Tapi, apakah sastra dan filsafat tidak hidup secara berdampingan? Bukankah keduanya tumbuh secara berdampingan? Saling mengisi dan memberi?)
Sastra merupakan sesuatu (sesuatu deh..) yang meletakkan dirinya sebagai penonton, bagi saya. Karena sastra tidak pernah menjustifikasi apapun, siapapun. Sastra bisa menjelma seperti anak kecil yang sangat tertarik menonton pertunjukan kehidupan, sebuah atraksi yang menarik dengan manusia dan segala tingkah polahnya sebagai aktor utamanya.
Di lain kesempatan, sastra akan berubah menjadi ibu yang meneriakkan kepedihan hati anak-anaknya. Ia menjadi lakon yang akan rela, bila perlu, mengorbankan kehidupannya agar orang-orang mendengar jeritan hatinya. Ia menjadi pelindung, pengasuh, pembela, apapun sebutannya yang Anda mau.
Di satu sisi, sastra bisa menjelma menjadi seorang badut pesimis yang menertawakan carut marut kehidupan orang di sekitarnya. Ia akan berlompatan dari satu kepedihan ke kepedihan lain, satu kesedihan ke kesedihan lain, satu tangisan ke tangisan lain.
sastra adalah liang, dan sastra adalah mayat, tapi sastra juga adalah benih yang tumbuh di atasnya.


ini tentang aku dan kamu, dan kita.


ini tentang aku dan kamu, dan kita.

aku dan kamu adalah perempuan dan lakilaki dan kita adalah manusia sempurna yang digariskan menjadi khalifah di muka bumi ini, harusnya.

harusnya, kenapa harusnya?
aku, kamu, dan kita tahu bahwa semenjak ibu bumi melahirkan kita, anak manusia yang tidak berbakti, ibu bumi selalu tergores hatinya dengan pedih.

pejah, luka, dan nanah.


aku dan kamu dan kita tahu ada getir di tiap hela nafas ibubumi.
tapi aku dan kamu dan kita hanya menertawakan keresahannya dan memandang rendah kepadanya.

hingga suatu hari ayah kita yang pemarah, sang rajawali cakrawala, sang hyang sombong candradimuka, LANGIT, memaksa kita tersungkur mencium kaki ibu kita, ibu bumi.

ingatkah kamu saudara ku, saat ayah marah ia mengirimkan tiupan napas panasnya yang terkenal itu, hingga membakar hutan milik kita?
masih jelas di telingaku aku dan kamu dan kita berteriak memohon ampun padanya, berjanji kita akan kembali berbakti pada ibu bumi

dan dengan bodohnya kita lalu memalingkan wajah kita dari ibu kita sekali lagi, dan berporapesta di atasnya, mengganyang apa yang ayah langit sisakan dari amarahnya yang lalu

dan sekali lagi,
aku dan kamu dan kita dan anak anak kita menangis, meraung, menjerit, dan menghempaskan diri di telapak kaki,
ah,,
di bawah telapak kaki ibu kita, memintanya, merengek kepadanya, menyusu kepadanya, berlindung dari kemarahan ayah yang menyuruh saudara tua ayah, SAMUDRA, sedikit menyentil kita dengan beribu kubik air laut ke daratan kita

kepada adam,



.mari mampir,kawan. berbincang riang di lepas ingar bingar deru kehidupan, tentang ayah kita,adam.
.ayah adam mengajarkan byk hal pd ibu hawa,tentang ketaktahuan pada rentang waktu menakutkannya,tentang kerapuhan dan kesendirian sepinya, dan tentang kesejatian semunya. ibu hawa meneruskan ingatan ini pada putri putrinya, bahwa : putra adam adalah mewarisi sifat adam,yang kuat,teguh,kukuh bgai karang,yang tegar dan cerdas,cenderung angkuh. trkadang,porsi arogansi berbeda dlm diri tiap putra adam. ada yang setinggi ngarai,namun ada yg setipis benang sutra. pun,putra adam beragam dalam menampakkan kasihny pada putri hawa,. ada yang dg mudah memeluk,mengecup,menjanji kata manis. namun ada pula yg tertunduk diam,terpaku,gemetar dalam tatapan putri hawa,dan mencinta dlm sunyi. kadang putra adam yg lain menghitung scr matematis, logika katanya. mengukur tiap takar benih2 rindu pd putri hawa,dan menuliskanny dlm jurnal ilmiah. . tanpa lelah,adam

s.uda.h

merayap senyap. ada anjing,bergunjing di balik punggung bayang-bayang pekat. bergandengan tangan mengentas akhir,yang mungkir.

dialog rindu kepada sepi

dialog rindu kepada sepi 

ini malam,malam rindu 
datang rintik,rintik sepi 

bayu menangis,menderas ragu 
kehilangan bintang,tak lagi bunyi 


ini aku, 
bukan kamu,bukankamu, 
kamubukan 

ini aku,iniaku,hanya aku 


maka,kala pagi menyapa,dg suara gelaktawa, 
dan riang canda 

kusibakkan selimut ragu,dan pias 



tak layu,taklayu 
mari maju,Kawanku 




teruntuk padam.dan nyala.

bukan tentang cinta yang ingin kubagi,tapi selewat kata yang kurajut dg manis,kawan

.mencoba mendefinisikan,bukan,tetapi hany sdg ingin bermelankolis ria dan bermain dg kata cinta dan kata. 
.cinta adalah pijar rindu yang tdk pernah padam,menyala dalam gelapny samudra kehidupan 
.cinta adl gemuruh yang membuat dada bergetar,gemelatar dalam ketak akuan 
.cinta adalah sebisik pelan doa dr sang pecinta yang mengadu kpd Tuhannya, 
.dan cinta adalah rasa malu atas ketakbisaan ungkapkan kata yang mengendap d dasar hati 
.mungkin,cinta jg brwujud kanak2 yang menyapa dg senyuman riang dan tawa menggoda,mski ia jg bs mencemooh dan menghela nafas pd kita 
.cinta adalah doa,adalah rindu,adalah kanvas penuh warna,adalah lawan akalsehat,adalah mimpi,adalah diam,adalah nyali,dan juga lelap di ujung hari.

bukan saru,bukan tabu,hanya cerita tentang asu.

dia bilang saya asu. 
setengah tertawa saya jawab, bukan,bukan saya. 
tapi saya tau kamu memang asu,katanya. 
bukan,saya coba yakinkan dia. 
lantas,knp kamu yakin kamu bukan asu? teriak mereka dg nafsu. dg bijih2 palsu di telinga,bibir,dan mulut mereka. 
saya bukan asu,sebab bila saya asu,maka asu akan menjelma jadi kamu.

saya hanya sedang ingin berbagi,,


surat ini saya tujukan untuk seseorang yang pernah mengisi hati saya, dengan penuh ketulusan dan kejujuran. maka , bila sahabat tidak menghendaki melihat maupun mendengar suara hati saya yang berbau melankolis, maafkanlah, cukup anda skip saja. namun bila sahabat mampu melihat seperti saya melihat, mendengar seperti saya mendengar, memahami saya, maka perkenankanlah saya untuk mempersilahkan sahabat duduk di samping saya, membaca sepenggal kehidupan saya, karena saya hanya sedang ingin berbagi.

saya adalah seorang wanita, dengan segala lebih dan kurangnya.
tegasnya, saya adalah seorang wanita yang kuat ketika saya kuat, dan lemah ketika saya rentan.

saya ingin menceritakan sebuah cerita dalam hidup saya, sepenggal episode singkat yang sangat membekas dalam kehidupan saya. yaitu ketika saya pernah sangat sangat bahagia dengan kehadiran seorang laki-laki yang membuat saya merasa utuh dalam hidup saya,. Tuhan menciptakannya dengan begitu sempurna.... di mata saya. sempurna sebab ia mampu menerima ketaksempurnaan saya.

maka sebutlah ia bernama Mas.

mas ini, adalah seorang yang sangat baik, sangat menarik, sangat lucu dan humoris, di samping ia sangat tampan dan sangat menyenangkan. (perhatikan ketika seorang wanita melihat dari kacamata cinta, ia tidak akan pernah mampu melihat kenyataan yang sebenarnya).

mas ini, mas saya ini, ia mampir dalam hidup saya dengan satu misi: mengajari saya untuk mendewasakan diri.  kenapa? mas adalah seorang pecinta kebebasan. ia hanya akan melakukan sesuatu sesuai kehendak hatinya. ibarat angin yang seenak hati berembus dari manapun kemanapun. ia melayang, bebas, terkadang menelusup di antara rimbun dedaunan dan menghadirkan gemerisik yang padu.

seperti itu pula lah mas saya ini.
ia adalah angin.
ia juga kadang menjelma menjadi burung yang berusaha terbang melepaskan diri dari sangkar cantiknya, yaitu saya (sudilah kawan tuk memaafkan sedikit kenarsisan yang masih bisa diterima ini.. hehehe...)

lantas? bagaimana dengan saya?
bila mas adalah bayu, (angin dalam bahasa Jawa), maka saya adalah hanya seorang gadis muda biasa yang mudah merasa gelisah dan mendambakan kepastian. maka disanalah saya, dengan naif menanti, dan menanti setitik kepastian yang saya inginkan.berharap dan berdoa dalam hati.

terkadang ketika saya merenung, saya bertanya kepada diri sendiri di mana letak "kesalahan" saya. maksud saya, apakah ada langkah saya yang kurang tepat di matanya? yang membuatnya ragu menambatkan hatinya seutuhnya kepada saya?

entah...
mungkinkah karena saya terlalu cepat membuka pintu hati saya lebar-lebar untuknya?
salahkah pilihan saya? atau salahkah situasi ini?
atau kadang, apakah semuanya hanya kesalahan?
saat perasaan-perasaan tak tentu ini mendera, bisa saya katakan saya merasa sepertii terhempas di atas sebuah karang yang ujun-ujungnya begitu tajam.

singkatnya, saat sang bayu datang menyapa saya, ia seperti menghembuskan sebuah nafas kehidupan untuk saya. saya mampu memaknai arti kehidupan saya, sebab setidaknya seretak apapun saya di dalam, ada seseorang yang mau menerima itu semua, dan mengumpulkan serpih serpihan untuk kemudian menyatukannya kembali, menjadikan saya utuh.

namun saat sang bayu sedang ingin bergurau dengan bintang gemintang, terbahak bersama langit malam, atau sekedar berccengkrama dengan embun pagi, tinggallah saya dengan sepi yang kuat melekat.

apakah sahabat sudah mampu melihat saya dengan sedikit jelas?

ah..
saya memang yakin akan mendengar komentar sahabat tentang ini, tapi saya tak yakin cukup berani menerimanya atau tidak..








baik, saya menyerah.
saya memang naif.
karena kalau boleh jujur, itulah kali pertama kata manis 5 huruf itu mampir dalam kehidupan saya, melukis pelangi dalam hidup saya yang mampu membuat saya melompat lompat riang, terkadang dalam arti harafiahnya..

well,,,
bohong bila saya berkata saya baik-baik saja.
benar sahabat, saya tidak baik-baik saja. saya sedih, dan saya sakit, tapi saya tetap mencoba menunggu.

namun, di tengah kegalauan yang tak pasti ini,bukankah wajar bila saya mencoba mencari tempat berpijak?
saya ingin merasa aman. saya ingin merasa diterima, saya ingin merasa dicintai.
saya sungguh merasa lelah berjalan sendirian, menelusuri lorong kehidupan yang saat ini terlihat memburam dan gelap, seakan tak berujung. (karena sang angin tidak akan mau menemani saya terus menerus, apalagi berjalan),

saya hanya ingin beristirahat.
lelah.
dengan angin, dengan dunia yang penuh dengan kebodohan dan keramaian.
sesak sungguh.

saat seperti itulah terkadang, sebuah pemikiran liar menerpa.
mungkin kematian lebih mudah dijalani daripada kehidupan.

untunglah, sebuah buku menyadarkan pemikiran picik ini. sebuah buku yang memberitahu saya tentang perjuangan anak-anak Somalia, Irak, India, yang berusaha untuk tetap hidup, meski hanya memiliki sebelah tangan, terkadang sebelah kaki. mereka adalah anak-anak yang menjadi korban kemanusiaan dalam perang yang mereka tidak mengerti. perang yang merebut kemerdekaan mereka untuk tertawa. menculik mereka dari ranjang yang hangat dan nyaman. merengkuh mereka ke pelukan angin malam yang dingin alih-alih pelukan orang tua mereka yang meninggal akibat peluru yang meleset, atau ranjau yang tak sengaja meledak. sebuah buku yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi dalam perjalanannya sebagai Duta PBB.

saya malu, saya malu sekali kepada mereka, anak-anak ini. semua anak yang terlahir seharusnya merasa dicintai, merasa diterima, dipuja. namun mereka terlahir untuk kemudian mati tanpa mengenal dunia,
bahkan, dunia mengabaikan kematian dan jerit kepedihan mereka.

namun saya cukup sadar diri untuk tidak kemudian bermimpi mampu menolong mereka semua keluar dari jurang kepedihan. saya hanya mampu menolong mereka dengan berusaha menjadi lebih baik.
agar saya layak diterima oleh kehidupan.mungkin dengan demikian, saya bisa membuat seorang lain lebih baik, dan ia membuat orang lain menjadi lebih baik. karena hanya dengan cara itu, cara yang sangat sederhana tetapi rumit, dan sulit dan dilakukan sepanjang hidup itu yang mungkin mampu membantu mereka menjadikan dunia menjadi sedikit lebih ramah untuk mereka tinggali..

aah.. sungguh naifnya saya..

benar sahabat,
saya masih merasa sakit karena masa lalu yang membayangi tiap langkah saya, namun betapa sesungguhnya saya tetap ingin menjadi orang baik, meski mungkin sebenarnya........ saya hanyalah manusia munafik.

untuk menjadi langkah pertama saya, saya ingin mengucapkan apa yang selama ini tak mampu terkatakan...
untuk ayah, yang membesarkan saya dengan perjuangan, saya ingin mengucapkan terimakasih.
untuk ibu, yang dahulu meninggalkan saya, saya sangat mencintai ibu.
untuk ibu, yang mendampingi ayah, tolong maafkan kesombongan saya.
untuk kakak, yang akan menjadi ayah lagi, berjuanglah untuk menjadi ayah yang baik.
untuk kakak, yang mendambakan seorang pendamping, saya sayang kakak.

dan untuk mas,
bagi wanita, melepas kenangan bukan sesuatu yang mudah
saya hanya ingin mas bahagia, sekarang, maupun kelak, dengan wanita pilihan mas. tolong doakan saya agar menjadi orang yang benar, orang yang damai, wanita yang baik.. untuk kelak menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anak yang akan terlahir dengan cinta.
terimakasih telah menjadi begitu baik, dan sempurna di mata saya. mas telah melukis sebuah ruang di hati saya, yang akan saya kunci rapat-rapat, karena ruangan itu tidak akan pernah saya masuki lagi, sebelum saya menjadi wanita yang layak, yang baik, wanita yang anggun, cantik, dan terhormat. wanita yang pantas untuk menjadi istri yang baik. sebelum saya merasa diri yang penuh kekurangan ini tertambal dengan baik, saya akan berusaha untuk mencegah saya memasuki ruangan itu kembali.

dan semoga kedamaian bersama sahabat yang telah mendampingi saya sampai akhir surat ini.
salam, dan terimakasih...

11.47
16 Januari 2012


ps. buku yang saya baca (meski belum selesai) berjudul 
Anak-Anak Totto-chan: Perjalanan Kemanusiaan untuk Anak-Anak Dunia Totto-chan's Children
A Goodwill Journey to the Children of the World
oleh Tetsuko Kuroyanagi

aku bukan aku/kamu bukan aku


Seraut letih yang membayang langkah. Untuk tiap desau angin yang semilir memanja telinga, mengembus nafas. Terkisah tentang anak muda yang hilang arah, hilang arah, hilang arah. Tentang hati yang sudah lama berlari, terlampau lama melari. Masih teringat sebutir janji, yang ia bilang usang semu dan bosan, tapi tetap tersimpan.
Bukan perkara rindu yang dibesar-besarkan, atau temaram yang digelap-gelapkan. Tapi tentang menggantang harapan, tentang memilah benar di antara salah. Kata tak terucap, tapi kenapa hati terus dan terus menggapai?
Malam merangkak menuju puncaK. Memuji kasih yang terjalin antara bintang dan pudar. Tetapi rentan dan remuk.
Malam masih meniti jembatan bulan. Masih berharap akan pudarnya selaksa rindu, tetapi tetap berpegang pada seutas harap. Yang tipis. Tak terlihat.

Pesan dari senja kepada malam

Bisakah kau dengar,bisik pesan senja kepada malam? Mungkin tak sekeras pesan pagi kepada siang,namun jua tak selirih desah malam kepada fajar. . Desau angin,mungkin ditelingamu trdgar bgai musik yg mengganggu,namun bgiku. .ia laksana seni yang padu. Bisakah kau mendengarnya? Mungkin,kau harus diam,berhenti jenak dan rebahkan penat di bahuku. Aku mengerti,jiwamu yg hidup menari laksana api. Namun,aku lebih tahu dibanding dirimu,saat seperti it lah kau butuh berhenti. Maka,kemarilah,mari sejenak kita dengarkan pesan rahasia milik senja,. Rasakanlah kesepian dan ketakutany yg ia bagikan kpd malam,dan resapi keindahany yang pijar tenggelam dalam malam. .

ENTAH!


Entah


Jika hati adalah seratserat tasbih yang retas, yang tali temalinya tak lagi padu menjalin syahdu, yang butir-butirnya saling khianat dan menusuk kalbu

Jika jiwa adalah representasi otak dubur yang menyaru menjadi einstein berkacamata tebal, dan dikerubungi lalat pengetahuan yang lapar


Maka aku adalah tangga, yang menaikturunkan hati dan jiwa
Atau aku adalah debu, yang musnah menjadi abu
Atau aku adalah sapi, mamalia bodoh yang tak pernah bermimpi
Atau aku adalah gunung, yang akarku takkan goyah diterpa badai

Atau mungkin aku seremeh percik hujan, serendah tai ayam, atau justru setinggi rembulan?


Entah. Segala entah beranakpinakmembabilarungmendendamsumatmenyunatbancijadibabi
Dan entah adalah segala entah yang lari .............. jauh........ menusuk kerongkongan dengan itu entah apa?

Keentahan dari segala entah membimbing langkahku, menimang tiap dosaku, dan bermandi tiap bulir rasabenciku,

Dan entah, mungkin selamanya masih akan berwujud entah,.

aku adalah pengelana subuh




Kami adalah pengelana subuh, yang menjajaki kantung pasir waktu peradaban masa lalu, dan kini yang diantarai kerikil tajam.
Kami adalah gelandang terpinggirkan, yang jelajahi sudut sudut dusta yang gelap. Ngarai kebohongan yang curam.
Namun, kami juga adalah musafir sesat, yang mengail ikan di padang pasir keruh, mencoba peruntungan dengan bermain bersama tangan nasib,
Kami adalah aku.
Aku adalah kamu.
Kamu adalah kami.
Aku, kamu adalah kami.

***

Sebuah malam yang hening. Aku hanya sedang ingin memercikkan pikiranku yang kotor dan berembun, kepada kanvas suci kesayanganku.
Apa yang ingin kubicarakan?
Banyak.
Tapi takut untuk menuliskannya, bodoh sekali. Takut dinilai, takut menilai, meski bukankah itu inti kehidupan ini?
Jika nafas yang dipinjamkan Tuhan kepada kita akan diambil kembali nanti, bukankah sebenarnya seluruh tindakan sikap perilaku pikiran kita diawasi dan dinilai oleh Yang Maha Penilai?
Kita terbiasa menilai. Segala sesuuatu. Dengan, biasanya, pola tertentu seperti AMBAK, Apa Manfaatnya Bagiku. Apa yang bisa kuperoleh bila aku begini dan tidak begini? Apa yang bisa diberikan orang lain untukku? Mau tidak mau, suka tidak suka, prinsip AMBAK adalah hal universal yang terdapat di dalam diri manusia. Sama pastinya dengan hukum gravitasi, bahwa setiap manusia itu egois dan mementingkan dirinya sendiri.
Kata Les Giblin dalam bukunya Cara menguasai orang lain.
Well, bila seluruh kehidupan yang kita miliki adalah seperti ibarat sajadah yang dibentangkan ke lantai dan kita beribadah di atasnya, dalam lingkup yang sangat sangat luas. Ibadah, saat seseorang mampu memahami dan memaknai prinsip keimanan yang sebenar-benarnya, bahwa hidupnya, sseluruh utuhnya adalah untuk beribadah, maka segala aspek di dalam hidupnya akan dijadikan sarana untuk mendekatkan diri, sarana untuk mencintai Nya, sarana untuk dicintaiNya.

Dokumen dari Sang Pengumpul Koin



Saya lelah, saya capai, saya ingin sekali istirahat, perut kenyang dan makan enak, tapi kenyataannya saat ini, detik ini berkata lain, saya lapar sekali dan belum makan. Saya tidak punya uang milik saya sendiri yang dihasilkan dari kerja keras. Tepatnya, belum.
Saya tahu bahwa bisnis merupakan sebuah perjalanan. Tapi mungkin baru saat ini saya merasakannya. Secara langsung.
Benar, seharusnya saya bisa saja duduk diam manis di rumah belajar keras sampai punya IP cemerlang 3, 84. Sebagai contohnya. Lalu setelah itu lulus sambil mengharapkan memiliki pekerjaan yang bagus dengan gaji bagus, atau mungkin memulai merangkak pelan-pelan dari bawah dan akhirnya memiliki gaji yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.
Hanya saja, kalau sebenarnya tracknya sama saja, merangkak pelan-pelan dari 0,kenapa tidak mencobanya dengan milik sendiri?

karena saya cukup yakin dengan kekurangan yang saya miliki, dalam artian saya hebat di beberapa bidang dan cacat di bidang lain. Berhubungan dengan orang lain dalam jangka waktu yang cukup lama dan intens, dan melakukan sesuatu hanya selalu berdasar perintah orang lain, dengan ritme yang ditentukan orang lain rasanya bukanlah style yang cocok dengan karakter saya. Karenanya, saya sangat mengerti bahwa saya harus mengembangkan kemampuan berbasa-basi yang bisa dimanfaatkan untuk mencari uang: menjadi Duta Penjualan.

Duta penjualan. Bukankah itu sebutan yang cukup prestisius untuk didengarkan, atau dibayangkan? Karena  terusterang saya cukup alergi dengan istilah sales. Menyebalkan karena imej yang terbayang di kepala adalah seorang pemuda yang mengenakan setelan hitam putih sarat keringat dengan mulut berbusa yang merayu memaksa. Saya lebih suka melekatkan diri dengan sebutan Duta Penjualan, atau Distributor Barang, menurut saya istilah tersebut lebih mencerminkan seorang pemuda (dalam kasusku pemudi) mengenakan busana rapi yang modern dan memiliki pengetahuan luas tentang seni penjualan dan menghayati perannya sebagai seorang pemecah masalah kebuntuan para konsumennya.

Baik. Kembali ke masalah penjualan.
Uang adalah akar dari segalanya. Akar dari keinginan, atau dengan kata lain akar dari nafsu. Uang bisa mengasihi sesama, memberikan selimut hangat bagi gelandangan atau uang juga bisa mencekik leher pedagang asongan yang disuap sejuta rupiah oleh pemerintah sebagai uang tutp mulut atas pencabutan hak mereka berjualan untuk menyambung hidup.
Uang bisa menjadi ibu, dewi yang dengan senang hati memberikan dekapannya yang menyejukkan bagi anak-anak terlantar, tetapi bisa juga menjadi perampok yang membunuh satu keluarga tanpa ampun.
Uang adalah alasan manusia melakukan sesuatu, suka atau tidak. (saya tidak sedang berbicara tentang para sufi yang menjalani kehidupan sederhana atau semacamnya, saya sedang berbicara dalam konteks kehidupan yang kebanyakan).
Bagi saya sendiri, uang adalah pembebasan,uang berarti kebebasan. Dengannya saya bisa melakukan apa yang saya inginkan. Mengkayakan hati dan memanusiakan diri sendiri dengan berbagi manfaat kepada sesama.
Uang. Adalah transportasi yang tepat untuk menuju ke impian-impian, yang meskipun saat ini terlihat musykil mustahil.
Oleh kareenanya, menyadari bahwa saya bukanlah satu dari para pemilik otak cemerlang ber-IP brilian, saya akan mulai menempuh perjalanan panjang ini.
Mari kita mulai.
Dari yang paling sederhana, dari yang kecil, dan dari sekarang.


Salam Kaya,
^^

Rabu, 04 Juli 2012

aku




Aku menggigil. Serangan ini datang lagi. Rasa kalut menyiksa yang tidak akan berhenti sampai aku menggumamkan namanya, sekali lagi aku sakaw.
Dia adalah dia. Lelaki yang mengembuskan napasnya yang menjadi oksigen milikku. Dia adalah dia. Lelaki yang merengkuhku dalam peluknya dan membebatku dengan ikatan cinta melimpah yang membuatku mabuk. Dan dia adalah dia. Lelaki berbau harum yang meniduriku tiap dia bosan dengan pacarnya. Tuhan ciptakan dia dengan sempurna tanpa cacat.
Dan aku adalah sekadar aku. Aku adalah tembakau miliknya, aku adalah sarung kemulnya. Dan aku adalah dengkulnya yang menindihku di kala aku tidur. Aku adalah mimpinya sebagaimana dia nyata bagiku. Kekasihku.
Aku ingin menjadinya, ingin menjadi nadinya, bibirnya, lengan kukuhnya, tulang rusuknya, tawa renyahnya, kerling nakalnya, dan rahang seksinya.
Aku ingin menjadi hatinya, memenuhi jiwanya, memanggil sukmanya untuk bergabung bersamaku menari di altar impian dan khayal di atas panggung imaji. Aku ingin menjadi bengeknya, boroknya, kelupasan kulit arinya. Aku adalah bagiannya seperti kuyakini dia adalah bagianku. Sepercik daging yang terlontar jauh bertumbuh ketika aku lahir.
Dan namanya adalah tasbihku. Adalah musikku. Adalah genderang hidupku. Ingar bingarku.
Dan suaranya adalah berahiku. Adalah ingusku. Adalah taiku. Adalah organku. Adalah aku.
Aku memujanya memujanya memujanya mengangkatnya dalam tiap doaku sujudku sembahyangku. Kucecapi harihariku dengan menunggunya datang padaku. Benar, aku hebat dalam penantianku. Sepenuh hati menjaga kewarasanku di tengah kerinduan yang berapi-api dan menggelegak. Di antara serpihan tajam kebutuhan akan dirinya. Rindu-rindu-setengah mati merindu. Tak kupeduli dosa entah mereka bilang apa. Taik persetan anjing bajingan semua, memang aku adalah setan yang menjelma jadi manusia neraka. Apa peduliku? Yang penting waktu melesap menghunjam tanah saat aku bersamanya. Dunia berhenti bergerak karna senyumnya yang terlalu memesona. Dan aku miliknya, aku tahu. Aku tahu alam memujinya sebagaimana aku memujinya. Aku tahu pelangi menanggalkan bajunya saat melihat betapa indah lekuk tubuhnya. Aku tahu bulan kehilangan akal sehat saat dia berbisik di telingaku karna menginginkannya juga. Aku tahu gemintang tersandung saat mengintip kami bercumbu penuh gairah. Aku tahu semesta menaruh iri padaku saat dia mengecupku dan mendesahkan kalimat cintanya untukku. Aku tahu aku tahu aku tahu aku tahu. Aku sungguh tahu. Meski..

Meski rupanya tidak, rupanya alam sungguh tak seperti yang mereka katakan. Ingat saat Rani bilang berbusa-busa kalau dunia digerakkan oleh kekuatan semesta dengan rahasianya? The secret.
Bahwa dikala kita menginginkan dengan spenuh raga spenuh jiwa dan memanggil keinginan kita dalam kehidupan ia akan tiba di hadapan kita menyajikan realita?
Bukan. Rani salah. The secret adalah kebohongan. Karena tak peduli sebanyak ku meminta ku memimpi ku bayangkan, harapan itu tetap kosong. Palsu. Pilu. Hampa. Hanya kekecewaan yang menggantung pekat menebal gelap di langit-langit, udara melamun membumbungkan harapanku lalu membuangnya ke selokan.
Perih.
Rahasia itu tidak menghampiriku.
Ataukah aku terlalu kotor? Terlalu Jijik? Segumpal sampah nafsu yang menggelegak dan tak pernah surut dan tidur hingga aku tak pantas bersamanya?
Belahan hatiku, separuh jiwaku? Nafas hidupku? Simfoniku?
Aku mengerti bahwa aku, tak sempurna. Aku tak mampu bersanding dengan kelelakiannya. Tetapi pula aku tahu, cinta ini murni, seratus persen garansi. Namun aku tetap kalah. Kenapa?
Padahal namanya adalah doaku menjelang tidur. Pengantarku memulai hari yang menciumku di balik bayang-bayang dengan lahap. Dan aku tetap kalah. Tak mampu milikinya.
Ingin.
Aku ingin.
Aku ingin.
Benar-benar mengingininya. Sungguh penuh seluruh. Tiap selku. Tiap tetes darahku. Tiap serat dagingku meneriakkan namanya, dan, selalu........
Selorohan kotornya menggema di tiap sendi-sendi fikiranku.
“Cuma kamu yang bisa muasin aku.......”
Duh, betapa aku rela mati demi mendengarnya mengatakan itu, kau tahu? Tapi dia tetap pergi. Aku sendiri. Tinggal aku sendiri, menghitung pilinan jaring laba-laba di atap lemari sembari mencium bantal yang ranum akan harumnya, bau surgawi.
Ah cintaku..................................
Dewaku .......................
Betapa kata Cinta tidak pernah cukup untuknya, diriku yang lain..............










Hingga sebuah suara nyaring memenuhi indra ragawiku, mengantarku kembali ke depan layar, kefanaan drama kehidupan yang penuh irama musik membosankan, pisahkan aku dari kekasih.














“DANIEL! BANGUN!”

                                                                                                                        - . 23.49 Jumat 1 Juni-